Subscribe to RSS feed

Jumat, 30 April 2010

HIDUP HANYA UNTUK SESUAP NASI

Hidup di dunia ini memang butuh uang, meski uang bukan segalanya. fenomena kemiskinan yang melanda tidak hanya terjadi di satu kota saja tetapi juga melanda provinsi atau negara, dan di multi tempat. Untuk hidup, manusia butuh mata pencaharian dengan penghasilan sebagai kompensasinya. Namun bagaimana jika “meminta” dan “mengaku” sebagai orang miskin dijadikan sebagai profesi demi uang? Hidup ini memang begitu keras, sehingga berpura-pura pun dianggap halal.
Ketika malam menjelang dan tepat saya sedang makan diwarung lesehan pinggiran Malioboro. memang cukup banyak orang yang memanfaatkan dan mengambil kesempatan untuk bekerja menjadi apa saja. Entah itu pengamen, pelukis jalanan, tukang pijat refleksi, tukang becak, tukang baju, atau bahkan pengemis. Contohnya yang seperti saya jumpai, seorang bapak tua yang bernama Rahmad yang sudah 20 tahun berprofesi menjadi tukang becak di malioboro. Bapak yang mempunyai 3 orang anak yang masih kecil dan masih duduk di bangku SD ini tidak pernah mengeluh dan putus asa untuk memenuhi dan mencukupi kebutuhan keluarganya. Meskipun penghasilan yang didapatkan tiap harinya tidak pernah cukup, tetapi keluarga Pak Rahmad ini selalu bersyukur karena masih bisa memberi makan istri dan anak- anaknya.
Ada pepatah “tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah”, memang benar hal ini. Dulu pun ada kisah seorang pengemis yang selalu meminta uang kepada Rasulullah SAW. Rasulullah pun selalu memberi uang kepadanya, namun ketika pengemis itu berpapasan dengan beliau dan meminta uang untuk yang ketiga kalinya, Rasulullah malah memberi sebuah kapak padanya. Artinya ialah, bekerja itu lebih baik daripada meminta upah/hibah/bantuan tanpa melakukan apa-apa. Menyedihkan sekali. Karena meminta/mengemis ialah merupakan kelakuan yang merendahkan derajat seseorang. Dalam hal pemberian zakat saja, sebaiknya sang pemberi zakat menghampiri langsung orang yang menurutnya pantas menerima zakat. Bukannya penerima zakat itu disuruh antri berjam-jam demi mendapat uang/angpau yang tidak kurang dari 10.000 misalnya.
Meskipun Pak Rahmad selalu bingung untuk melunasi hutang- hutangnya dan membayar sekolah anak-anaknya, ia terus berjuang untuk mendapatkan uang meskipun kadang ia harus bekerja hingga larut malam. Kadang hingga berjam- jam dan bekerja hingga larut malam, pak rahmad tidak mendapatkan penumpang satu orang pun. Saya sempat berpikir hidup didunia ini memang sungguh kejam, kata Pak Rahmad.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar